Sabtu, 16 Juli 2011

Kursus Parenting: Mencetak Anak yang Mandiri dan Bertanggung-jawab

Mau lapor nih kursus Parenting yang kemaren kebetulan aku ikutin. Pagi-pagi seperti biasa deh, udah heboh dengan kehebohan pagi. Tapi kalo kursus yang ini, aku gak perlu bersusah payah merayu suamiku. Soalnya malah dia yang ngedaftarin dan dia juga yang bela-belain pagi-pagi nganter. Hebat deh suamiku....saking sadarnya dia, bahwa istrinya harus jadi ibu yang pintar....hehehe.....kerennn!!!! Jadilah akhirnya aku berangkat ke tempat kursus parenting di auditorium bank Mandiri. Pembicaranya ibu Elly Risman, psikolog lulusan UI yang sudah senior, yang berkecimpung di yayasan buah hati, dan juga kolumnis di beberapa majalah. Terakhir aku liat dia di kick andy, membawakan tema kejahatan seksologi remaja di Indonesia. Wih...sereemmmm...!!!

Judul pelatihannya adalah bagaimana menjadi ibu yang berhasil mencetak anak menjadi anak yang mandiri dan bertanggungjawab. Kadang memang kita tidak bisa berbohong bahwa betapa kita mencintai anak-anak kita. Tapi apakah rasa cinta dan sayang yang kita berikan itu proporsional atau tidak bagi jiwa anak tersebut. Kita semua tahu, bahwa anak yang dilimpahkan kasih sayang akan lebih pandai secara emosional dan kejiwaan dibandingkan anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, tapi apakah selama ini cara melimpahkan kasih sayang kita sudah tepat dalam tujuan kita membentuk anak yang mandiri dan bertanggungjawab. Karena siapa sih yang tidak mau anaknya jadi mandiri dan bertanggungjawab. Pasti semua menginginkannya. Termasuk saya sendiri merasakan hal yang sama.

Pembicaraan dimulai dari pertanyaan Ibu Elly, siapakah diantara kita yang menyekolahkan anaknya di sekolah dasar di usia 6 tahun. Hampir semua orang menunjuk tangannya, termasuk aku...Ibu Elly mengatakan lagi bahwa menurut penelitian, syaraf-syaraf di otak anak umur 6 tahun belum seratus persen bersambungan. Untuk itu kadang kita sering lupa, bahkan anak umur 6 tahun, sudah dibebani les pelajaran, les bahasa inggris, les matematika, dan les mengaji...wah...gue banget tuh....dalam hati.
Kadang kalo Nigel ulangannya dapet 80 aja, aku suka mengeluh, kenapa sih Nigel, kenapa gak seratus....duh...sedih juga ya...kenapa sama anak sekecil itu kok aku tega ya....hiks...hiks.....belum lagi les kumon yang setiap hari ada pe-er-nya. Wuihhh.....kata Ibu Elly.....Sebenarnya apa yang kita inginkan untuk anak-anak kita, kapan ada waktunya untuk mengajarkan hal-hal lain yang lebih penting selain melulu akademis. Pfuihhh.....makin deg-degan deh....soalnya Ibu Elly kemudian memarahi kita semua dan mengatakan kita orang tua yang kejam terhadap anak.

Suasana yang mulai tegang akhirnya mulai pecah menjadi santai saat ibu Elly memerankan dialog antara ibu dan anak....Waktu anak pulang sekolah, "Hay....tas...tas....jangan ditaruh disitu, eh sepatu...sepatu...taruh di tempatnya....eh...baju....baju...cepet buka, ganti baju, trus bajunya taruh di tempat baju kotor, eh ini kaos kaki...jangan ditaruh disini....taruh di tempatnya....." dan cerocosan lainnya...hehehe....yang ketawa-ketawa berarti sama-sama pelaku....hehehe...Jadi sih intinya boleh mengingatkan anak, tapi alangkah baiknya mengingatkan anak di saat yang tepat, seperti misalnya cari waktu yang tepat untuk membicarakan apa kewajiban-kewajiban dan hal apa saja yang harus diperhatikan. Jadi kenapa anak-anak kemudian memberontak dan kadang menolak melakukan hal-hal yang kita suruh kerjakan karena cara pengkomunikasian kita kepada anak yang salah.

Lalu bagaimana kalau sudah salah? Bisa kok, Bu Elly menegaskan bahwa membentuk pribadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab hanya perlu waktu untuk berlatih antara orang tua dan anak. Kadang walaupun anak sudah besar, kita masih saja memakaikan sepatu, mangancingkan baju, semata-mata bukan karena anak tidak bisa, tapi karena gemes karena udah mepet waktu berangkat sekolah dan biar cepet aja. Hehehe....lagi-lagi seperti yang aku biasa lakukan. Jadi gimana dong? Berusaha membangunkan anak lebih pagi supaya tidak terburu-buru dan menyediakan cukup waktu untuknya di pagi hari sehingga dia bisa mempunyai waktu untuk bersiap-siap sendiri tanpa dibantu. Wah kayaknya mesti dipraktekkan nih.

Bu Elly Risman menambahkan lagi agar kita memberikan sedikit tanggungjawab di rumah, seperti mencuci piring makannya sendiri, atau menarik sprei pada saat bangun tidur. Tidak usah banyak-banyak, cukup 1 atau 2 tanggung jawab saja untuk berlatih bertanggung jawab dengan pekerjaan di rumah. Anak dilibatkan di rumah agar anak tidak apatis dengan pekerjaan di rumah. Bahkan bila anak yang lebih besar bisa diajarkan menyiapkan sarapannya sendiri-sendiri setiap hari. Orang tua hanya membantu menyiapkan stok yang cukup untuk sarapan. Misalnya anak-anak diminta membuat daftar sarapannya selama seminggu. Misalnya hari pertama, sarapan cereal, hari kedua roti coklat. Orang tua hanya menyediakan kebutuhannya saja, anak yang menyiapkannya sendiri setiap pagi.

Tujuannya apa sih, menjadikan anak yang mandiri dan bertanggungjawab? Tujuannya adalah membimbing mental dan spiritual anak menjadi anak yang tangguh dan bisa bersaing di era yang akan datang. Bila kita selalu menyuapi anak kita dengan hal-hal yang instan semua ada. Mereka tidak ada waktu untuk berpikir. Padahal untuk seorang anak, dia harus belajar berfikir dan memutuskan segala hal yang berkaitan dengan dirinya sedini mungkin.

Contoh soal lainnya adalah misalnya anak ketinggalan pe-er-nya di rumah. Si anak menelepon dan meminta pe-er-nya diantar ke sekolah. Hampir semua ibu yang berada di ruangan itu pasti gak tega anaknya disetrap guru dan memilih mengantarkan pe-ernya ke sekolah. Padahal hal tersebut tidak mendidik anak. Solusinya bagaimana? Biarkan anak mengatasi sendiri permasalahannya di sekolah. Biasanya anak akan pulang ke rumah dengan keadaan marah. Marah pada kita dan marah pada situasi dan keadaannya. Bagaimana caranya mengatasinya? Bila anak dalam keadaan marah. Kita harus membersihkan jiwa anak ini. Luapan kemarahan ini harus kita tampung. Ibaratnya kita membangun sebuah got emosi untuk menyalurkan luapan emosinya. Biasanya setelah emosi tersalurkan, anak baru bisa diajak bicara. Nah pada saat itulah baru kita dapat mengingatkan bahwa hal yang dilakukan kita semata-mata adalah niat baik agar anak kita lebih teliti lagi dan lebih mandiri di lain waktu.

Benar-benar sulit menghadapi si anak. Ternyata kita memang mesti sekolah loh jadi orang tua. Aku berencana  ingin terus belajar menjadi ibu yang baik untuk anak-anakku. Kadang rasa sayang yang kita luapkan kepada anak, sesuatu yang kita anggap benar menurut kita, ternyata salah total secara teori psikologi. Sebagai orang tua mesti terus membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan tentang pola asuh yang benar. Bener-bener gak nyangka ternyata anak harus diajari kemandirian sejak dini agar terbentuk pribadi yang bertanggung jawab. Ih...jangan sampe deh punya anak yang gak tanggap lingkungan....

Sebenarnya banyak hal-hal yang dilatih di dalam pelatihan kemaren. Seperti cara berkomunikasi dengan anak yang sedang marah, cara berkomunikasi dengan anak yang senang membantah dll. Pendekatan yang dilakukan adalah salah satunya pegangan agama. Anak harus diingatkan bahwa semua dari kita akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita di hadapan Alloh SWT. Membimbing anak ke arah yang baik secara emosional dan spiritual, insya Alloh akan membuatnya menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.



Selesainya dari pelatihan, aku dijemput sama kurcaci-kurcaciku...sambil aku tanya, tadi pagi sarapan apa? Sarapan nasi pake telor....hihihi....hubby bisa juga ya ngurusin anak-anak...

Karena kita udah berada di gedung kantornya suami, sekalian aja deh mampir ke cubicle bapaknya Nigel. Alhasil anak-anak berhasil mengacak-ngacak kantor suamiku...hehehe...untung gak ada orang ya...kalo ada orang pasti pada senewen deh liat Rafa berlari ke sana ke mari....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar